BAB III
Auditorium Lonal Universe nan megah itu berdiri angkuh tepat
di pusat komplek perguruan. Meldixie tengah sumringah menerima inagurasi dari
Sang Raha, senyumnya terkembang, tampangnya Jumawa. Jubah kebesarannya melambai
anggun di pundaknya. Dari tempatnya berdiri, tak henti ekor mata kanannya
melirik seorang lelaki di sebelahnya. Lelaki itu nyaris sempurna, kalau
ditaksir tingginya lebih dari 180 senti, dadanya bidang, tampangnya tegap,
kulitnya coklat mengkilat, sepasang lesung pipit menambah nilai plus bila ia
tersenyum, hidungnya terpahat lancip, raut mukanya tampan bak lukisan. Meldixie
tak pernah melihat lelaki itu. Dan ia sangat penasaran.
Selesai prosesi inagurasi, dengan sengaja Meldixie mencari
kemana perginya lelaki sempurna itu. Bingoooo.... kilasan mata Meldixie menangkap bayangan
indah tepat ke arah perpustakaan perguruan.
“hmmm.... hai...!” Meldixie memberanikan diri menyapa lelaki
sempurna yang membelakanginya.
“ohhh... hai... saya Saladina, sepertinya kita tadi
berdampingan saat inagurasi.” Ujar Saladina sambil mengulurkan tangan kananya.
Owww ternyata lelaki sempurna itu sangat ramah. Gumam
Meldixie.
“Meldixie, dari
Holapousa....” jawab Meldixie tegas, menyambut tangan kekar Saladina.
“Ohh... kau pasti pandai mengatasi rasa sakit...” Saladina
tersenyum lebar, memamerkan sepasang lesung pipit menawan.
Tuhan.... sungguh dia begitu sempurna. Meldixie kembali
bergumam dalam hati.
“hehehe.... aku baru melihatmu hari ini, maaf kalau aku
tidak begitu tahu latar belakangmu.”
Meldixie menambahkan.
“oh... apakah harus semua orang tahu siapa diriku?” ekor
mata Saladina menyipit, tampangnya berubah serius.
“ahhh.... kupikir Lonal Universe mensyaratkan persaudaraan
untuk semua guru, apa kau tak setuju?” Meldixie tak kalah serius.
Ah yaa.... perempuan ini sangat cerdik ternyata, pikir
Saladina, dan ia tahu sudah kalah satu langkah darinya.
“hmmm.... aku baru selesai menamatkan pendidikanku dari luar
Metroville, dari Remonas tepatnya, dan barusan aku mendapat inagurasi dari Sang
Raha sebagai pengganti Proffesor Naticulo Adibar.”
Jeddarrrr.... jantung Meldixie memompa darah lebih cepat,
raut mukanya mendadak seputih kapas, bola matanya terbelalak, mulutnya
membulat.
“kenapa? Barusan melihat hantu? Kupikir kau gadis inosen,
ternyata pandai berprasangka juga...” Saladina melirik sinis.
“maaf... hanya saja kupikir untuk seorang pendatang baru
sepertimu, langsung menduduki tempat Prof. Adibar, tidakkah memang wajar
memancing banyak pertanyaan?” Meldixie mencoba menjelaskan, mencairkan suasana
meski hatinya masih terkesiap.
“lantas, apa kau pikir untuk menjadi seorang guru di Lonal
Universe, tebing terjal sebagai Asisten Proffesor adalah satu-satunya jalan
yang bisa ditempuh? Maaf nona... anda telah membuang-buang waktu...” Saladina mengeryitkan
dahi.
Meldixie terpana, lelaki sempurna bernama Saladina ini
mengembalikan ingatan yang nyaris dilupakan karena euphoria inagurasi siang
tadi.
Dulu sekali, sewaktu Meldixie baru saja menamatkan
pendidikannya di Lonal Universe, Proffesor Zara menjadikannya seorang Asisten
karena kemahirannya menguasai ilmu pengalihan rasa sakit dengan sempurna.
Bertahun-tahun Meldixie “mengabdi” pada Proffesor Zara, bukan hanya membantunya
menyiapkan materi pengajaran dan menggantikannya mengajar bila berhalangan,
tidak sedikit pula Meldixie mengerjakan pekerjaan yang tidak ada sangkut
pautnya dengan itu, seperti menyiapkan makan malam di apartement Proffesor Zara
yang tinggal sendirian, mencuci mobilnya atau bahkan menyiram koleksi anggrek
ungu di balkon kamarnya. Lebih jelasnya, ia bak Asisten Pribadi dibanding
Asisten Proffesor. Semua hari-hari itu telah dilalui Meldixie tanpa beban,
meski kadang kelelahan dan tak pernah punya waktu untuk berkencan, ia tak
pernah menyesal. Hingga suatu saat Synathria meledeknya kalau Meldixie akan
bernasib sama dengan Proffesor Zara yakni menjomblo hingga masa pensiun tiba.
Meldixie sangat marah kala itu, ia balas meledek Synathria kalau dia pun akan
menjadi bujang tua karena menunggu Meldixie menerima cintanya. Akhir
perseteruan itu terurai berkat kebaikan hati Proffesor Sancturia. Puisi indah
yang dipersembahkan oleh Prof. Sancturia mencairkan gunung es diantara
keduanya.
Kenapa
tak berlaku seperti adanya saja?
Tanpa
angin, tanpa topan dan prahara.
Seadanya.
Cukup
sudah memori hati mengingat benci
Terlebur
luluh semua hasrat di hati
Tak
memaksakan kehendak
Pun
tak memaksa keinginan
Seadanya
saja.
Itulah kelebihan Proffesor Tadata Sancturia, ia pandai
menyelami perasaan orang-orang di sekelilingnya, meski kala itu baik Synathria
maupun Meldixie baru menjadi Asisten Professor tapi kehadiran mereka sudah
sangat diperhatikan olehnya. Perseteruan khas anak muda itupun berakhir sudah.
Pernah suatu kali Meldixie beranggapan bahwa sifat sensitif seperti itulah yang
disukai Sang Raha dari Prof. Sancturia sehingga ia mendapat kehormatan untuk
menjalankan tugas keseharian Sang Raha di tampuk kepemimpinan Lonal Universe.
Sekarang saat Saladina menyinggung masalah itu lagi, kembali
memoar peristiwa itu berkelabat dalam benak Meldixie, betapa polosnya aku waktu
itu, mau melakukan perintah apa saja dari Proffesor Zara. Saat itu menjadi
seorang guru di Lonal Universse adalah passion
terindah dalam hidupnya. Apapun akan dilakukan untuk menjadi guru di
almamaternya, hingga ia tak pernah berpikir apakah yang diperintahkan oleh
Proffesor Zara itu masih diambang batas kewajaran atau malah berlebihan.
Meldixie tak peduli, asalkan suatu saat nanti saat Proffesor Zara tak lagi
dapat mengajar, ia bisa menggantikannya, dan ia menikmati proses kaderisasi
itu.
Lantas, kenapa orang baru nan tampan bernama Saladina ini
begitu mujur nasibnya? Baru lulus dari perguruan, pasti usianya masih sangat
muda, tidak pernah menimba ilmu dari Lonal Universe tapi bisa jadi guru di
almamater Meldixie. Kenapa Saladina begitu dimanjakan dengan takdir, ia lulus
saat Prof. Adibar terbunuh. Kalau bukan karena Saladina mempunyai kepakaran
yang sangat spesifik pastilah karena Saladina mempunyai sesuatu yang istimewa
sehingga Sang Raha merasa harus segera memberikan inagurasi padanya. Konklusi
yang sangat masuk akal bagi Meldixie.
Tak perlu berlama-lama berbincang dengan Saladina, Meldixie
sudah sangat terpesona dengannya. Selain cara berpikirnya yang kritis, Saladina
juga mempunyai minat yang besar pada buku dan simbologi. Ia teman yang
menyenangkan.
*