Sunday, June 03, 2012


BAB III

Auditorium Lonal Universe nan megah itu berdiri angkuh tepat di pusat komplek perguruan. Meldixie tengah sumringah menerima inagurasi dari Sang Raha, senyumnya terkembang, tampangnya Jumawa. Jubah kebesarannya melambai anggun di pundaknya. Dari tempatnya berdiri, tak henti ekor mata kanannya melirik seorang lelaki di sebelahnya. Lelaki itu nyaris sempurna, kalau ditaksir tingginya lebih dari 180 senti, dadanya bidang, tampangnya tegap, kulitnya coklat mengkilat, sepasang lesung pipit menambah nilai plus bila ia tersenyum, hidungnya terpahat lancip, raut mukanya tampan bak lukisan. Meldixie tak pernah melihat lelaki itu. Dan ia sangat penasaran.

Selesai prosesi inagurasi, dengan sengaja Meldixie mencari kemana perginya lelaki sempurna itu. Bingoooo....  kilasan mata Meldixie menangkap bayangan indah tepat ke arah perpustakaan perguruan.

“hmmm.... hai...!” Meldixie memberanikan diri menyapa lelaki sempurna yang membelakanginya.
“ohhh... hai... saya Saladina, sepertinya kita tadi berdampingan saat inagurasi.” Ujar Saladina sambil mengulurkan tangan kananya.
Owww ternyata lelaki sempurna itu sangat ramah. Gumam Meldixie.
“Meldixie,  dari Holapousa....” jawab Meldixie tegas, menyambut tangan kekar Saladina.
“Ohh... kau pasti pandai mengatasi rasa sakit...” Saladina tersenyum lebar, memamerkan sepasang lesung pipit menawan.
Tuhan.... sungguh dia begitu sempurna. Meldixie kembali bergumam dalam hati.
“hehehe.... aku baru melihatmu hari ini, maaf kalau aku tidak begitu tahu  latar belakangmu.” Meldixie menambahkan.
“oh... apakah harus semua orang tahu siapa diriku?” ekor mata Saladina menyipit, tampangnya berubah serius.
“ahhh.... kupikir Lonal Universe mensyaratkan persaudaraan untuk semua guru, apa kau tak setuju?” Meldixie tak kalah serius.
Ah yaa.... perempuan ini sangat cerdik ternyata, pikir Saladina, dan ia tahu sudah kalah satu langkah darinya.
“hmmm.... aku baru selesai menamatkan pendidikanku dari luar Metroville, dari Remonas tepatnya, dan barusan aku mendapat inagurasi dari Sang Raha sebagai pengganti Proffesor Naticulo Adibar.”
Jeddarrrr.... jantung Meldixie memompa darah lebih cepat, raut mukanya mendadak seputih kapas, bola matanya terbelalak, mulutnya membulat.
“kenapa? Barusan melihat hantu? Kupikir kau gadis inosen, ternyata pandai berprasangka juga...” Saladina melirik sinis.
“maaf... hanya saja kupikir untuk seorang pendatang baru sepertimu, langsung menduduki tempat Prof. Adibar, tidakkah memang wajar memancing banyak pertanyaan?” Meldixie mencoba menjelaskan, mencairkan suasana meski hatinya masih terkesiap.
“lantas, apa kau pikir untuk menjadi seorang guru di Lonal Universe, tebing terjal sebagai Asisten Proffesor adalah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh? Maaf nona... anda telah membuang-buang waktu...” Saladina mengeryitkan dahi.
Meldixie terpana, lelaki sempurna bernama Saladina ini mengembalikan ingatan yang nyaris dilupakan karena euphoria inagurasi siang tadi.

Dulu sekali, sewaktu Meldixie baru saja menamatkan pendidikannya di Lonal Universe, Proffesor Zara menjadikannya seorang Asisten karena kemahirannya menguasai ilmu pengalihan rasa sakit dengan sempurna. Bertahun-tahun Meldixie “mengabdi” pada Proffesor Zara, bukan hanya membantunya menyiapkan materi pengajaran dan menggantikannya mengajar bila berhalangan, tidak sedikit pula Meldixie mengerjakan pekerjaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan itu, seperti menyiapkan makan malam di apartement Proffesor Zara yang tinggal sendirian, mencuci mobilnya atau bahkan menyiram koleksi anggrek ungu di balkon kamarnya. Lebih jelasnya, ia bak Asisten Pribadi dibanding Asisten Proffesor. Semua hari-hari itu telah dilalui Meldixie tanpa beban, meski kadang kelelahan dan tak pernah punya waktu untuk berkencan, ia tak pernah menyesal. Hingga suatu saat Synathria meledeknya kalau Meldixie akan bernasib sama dengan Proffesor Zara yakni menjomblo hingga masa pensiun tiba. Meldixie sangat marah kala itu, ia balas meledek Synathria kalau dia pun akan menjadi bujang tua karena menunggu Meldixie menerima cintanya. Akhir perseteruan itu terurai berkat kebaikan hati Proffesor Sancturia. Puisi indah yang dipersembahkan oleh Prof. Sancturia mencairkan gunung es diantara keduanya.

Kenapa tak berlaku seperti adanya saja?
Tanpa angin, tanpa topan dan prahara.
Seadanya.
Cukup sudah memori hati mengingat benci
Terlebur luluh semua hasrat di hati
Tak memaksakan kehendak
Pun tak memaksa keinginan
Seadanya saja.

Itulah kelebihan Proffesor Tadata Sancturia, ia pandai menyelami perasaan orang-orang di sekelilingnya, meski kala itu baik Synathria maupun Meldixie baru menjadi Asisten Professor tapi kehadiran mereka sudah sangat diperhatikan olehnya. Perseteruan khas anak muda itupun berakhir sudah. Pernah suatu kali Meldixie beranggapan bahwa sifat sensitif seperti itulah yang disukai Sang Raha dari Prof. Sancturia sehingga ia mendapat kehormatan untuk menjalankan tugas keseharian Sang Raha di tampuk kepemimpinan Lonal Universe.

Sekarang saat Saladina menyinggung masalah itu lagi, kembali memoar peristiwa itu berkelabat dalam benak Meldixie, betapa polosnya aku waktu itu, mau melakukan perintah apa saja dari Proffesor Zara. Saat itu menjadi seorang guru di Lonal Universse adalah passion terindah dalam hidupnya. Apapun akan dilakukan untuk menjadi guru di almamaternya, hingga ia tak pernah berpikir apakah yang diperintahkan oleh Proffesor Zara itu masih diambang batas kewajaran atau malah berlebihan. Meldixie tak peduli, asalkan suatu saat nanti saat Proffesor Zara tak lagi dapat mengajar, ia bisa menggantikannya, dan ia menikmati proses kaderisasi itu.

Lantas, kenapa orang baru nan tampan bernama Saladina ini begitu mujur nasibnya? Baru lulus dari perguruan, pasti usianya masih sangat muda, tidak pernah menimba ilmu dari Lonal Universe tapi bisa jadi guru di almamater Meldixie. Kenapa Saladina begitu dimanjakan dengan takdir, ia lulus saat Prof. Adibar terbunuh. Kalau bukan karena Saladina mempunyai kepakaran yang sangat spesifik pastilah karena Saladina mempunyai sesuatu yang istimewa sehingga Sang Raha merasa harus segera memberikan inagurasi padanya. Konklusi yang sangat masuk akal bagi Meldixie.
Tak perlu berlama-lama berbincang dengan Saladina, Meldixie sudah sangat terpesona dengannya. Selain cara berpikirnya yang kritis, Saladina juga mempunyai minat yang besar pada buku dan simbologi. Ia teman yang menyenangkan.

*